KLASIFIKASI LINGKUNGAN LAUT
Lingkungan laut merupakan lingkungan
perairan salin atau marine waters
yang menyimpan berjuta misteri kekayaan ekosistem dan biodiversitas yang hingga
sekarang masih belum banyak tersingkap. Lingkungan yang dinamakan Lingkungan
Laut (Marine Environment) cakupannya
dimulai dari bagian pantai (coastal)
dan daerah muara (estuarine) hingga
ke tengah samudra, dimulai dari bagian permukaan air hingga dasar perairan yang
bermacam-macam tipe kedalamannya dan bentuk morfologisnya.
Dengan semakin majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kelautan, baik itu Biologi Kelautan (Marine Biology) maupun Oseanografi,
membuat tabir yang seolah menutupi lautan dengan segala misteri yang
dikandungnya sedikit demi sedikit dapat tersingkap. Salah satunya adalah
pengetahuan mengenai Lingkungan laut.
Membahas mengenai lingkungan laut,
ada 2 hal yang esensial darinya. Yang pertama adalah Zona kolom air, atau Zona
Pelagik adalah bagian perairan dimana terdapat massa air, dan yang kedua adalah
Zona dasar perairan, atau disebut juga Zona Bentik yang merupakan dasar /
platform dari perairan itu sendiri. Dari pembagian atas kedua hal tersebut,
dapat dikembangkan lagi menjadi zona-zona atau wilayah-wilayah dengan
karakteristik yang lebih khusus lagi. Pembagian wilayah atau Zonasi tersebut
dinamakan Pemintakatan Lingkungan Laut, dan dapat digambarkan dengan skema
sebagai berikut:
Disini
akan dibahas mengenai pembagian lingkungan laut berdasarkan pada Lingkungan
Pelagik dan Lingkungan Bentik.
LINGKUNGAN PELAGIK
Semua
biota yang hidup di lingkungan laut tetapi tidak hidup di dasar laut dinamakan
biota pelagik. Lingkungan dimana biota ini hidup dinamakan lingkunagn pelagik.
Lingkungan ini mencakup kolom air mulai dari permukaan dasar laut sampai paras
laut. Lingkungan pelagik ini mempunyai batas wilayah atau mintakat yang meluas
mulai dari garis pantai sampai wilayah laut jeluk. Secara horizontal lingkungan
pelagik dibagi menjadi neritik dan oseanik. Sedangkan secara vertikal
lingkungan ini dibagi menjadi epipelagik, mesopelagik, batipelagik, dan
abisopelagik.
Secara horizontal
1. Mintakat
Neririk
Mintakat
neritik merupakan laut yang terletak pada kedalaman 0 – 200 m. Ciri-ciri mintakat
neritik diantaranya
a. Sinar
matahri masih menembus dasar laut
b. Kedalamannya
±200 m
c. Bagian
paling banyak terdapat ikan dan tumbuhan laut
Mintakat
neritik berada di paparan benua yang dihuni oleh biota laut yang berbeda dengan
mintakat oseanik karena :
a. Kandungan
zat hara di mintakat neritik melimpah
b. Sifat
kimiawi perairan neritik berbeda dengan perairan oseanik karena berbeda-bedanya
zat-zat terlarut yang dibawa ke laut dari daratan
c. Perairan
neririk sangat berubahubah, baik dalam waktu maupun dalam ruang, jika
dibandingkan dengan perairan oseanik. Hal ini dapat terjadi karena dekatnya mintakat
ini dengan daratan dan adanya tumpahan berbagai zat terlarut dari darat ke laut
d. Penmbusan
cahaya, kandungan sedimen dan energi fisik dalam kolom air berbeda antara mintakat
neritik dan mintakat oseanik
2. Mintakat Oseanik
Mintakat oseanik merupakan wilayah ekosistem laut lepas yang
kedalamannya tidak dapat ditembus cahaya matahari sampai ke dasar, sehingga
bagian dasarnya paling gelap. Akibatnya bagian air dipermukaan tidak dapat
bercampur dengan air dibawahnya, karena ada perbedaan suhu. Batas dari kedua
lapisan air itu disebut daerah Termoklin, pada daerah ini banyak ikannya. Mintakatsi
oseanik merupakan wilayah lingkungan perairan yang terletak di luar lempeng
benua. Pada mintakat ini kandungan unsur hara kurang, kandungan sedimen
relative lebih sedikit sehingga daya tembus cahaya hanya kuat sampai
dengan 200 m.
Secara Vertikal
1. Mintakat
Epipelagik
Mintakat epipelagik merupakan
bagian kolom air paling atas. Mintakat epipelagik disebut juga sebagai mintakat
Fotik dengan kedalaman 200 m. Di beberapa daerah, terutama di paparan benua,
penembusan cahaya di lapisan tersebut lebih jauh berkurang daripada di lapisan
yang sama dari perairan oseanik, karena tingginya kandungan sedimen tersuspensi
di paparan benua.
Mintakat ini dibadi manjadi tiga
bagian, yakni pertama adalah mintakat pada dan dekat permukaan, tempat
terjadinya penyinaran siang hari di atas optimal atau bahkan letal bagi
fitoplankton. Penyinara ini juga terlalu tinggi bagi zooplankton. Yang kedua
adalah mintakat yang dinamakan mintakat bawah permukaan, tempat terjadinya
pertumbuhan yang aktif sampai perairan yang agak jeluk, di mana fitoplankton
yang tidak terbiak aktif masih dapat berlimpah. Mintakat yang ketiga atau
mintakat terbawah termasuk lapisan perairan, tempat zooplankton yang biasa
bermigrasi ke permukaan pada malam hari, berada pada siang hari.
2.
Mintakat
Mesopelagik
Mintakat ini terletak di bawah
mintakat epipelagik. Mintakat ini memiliki kedalaman dari 200 m - 1000 m. Karena
letaknya di bawah mintakat fotik maka tidak terdapat kegiatan yang menghasilkan
produksi primer yang memanfaatkan detritus yang turun dari lapisan yang lebih
dangkal. Pada mintakat ini dan seterusnya produksi oksigen lebih rendah
daripada yang dimanfaatkan. Tumbuh-tumbuhan dapat hidup di lapisan bawah ini,
tetapi mereka akan lebih banyak kehilangan zat organik yang dihasilkan daripada
mendapatkannya.
3.
Mintakat
Batipelagik
Zona batipelagik memiliki kedalaman
antara 1001 m sampai 4000 m atau sama dengan dasar laut. Sifat-sifat
fisiknya seragam. Ikan-ikan dan biota yang hidup di lingkungan ini biasanya
merupakan organisme bioluminesen, yaitu organisme yang dapat memancarkan cahaya
sendiri. Karakteristik bioluminesen ini merupakan adaptasi organisme terhadap lingkungannya
yang gelap dan tidak tertembus cahaya. Hewan-hewan yang hidup di zona ini
biasanya merupakan Cumi-cumi raksasa dan jenis yang lebih kecil, Gurita Dumbo,
dan ikan-ikan laut dalam dengan bentuk dan karakteristik yang sama sekali
berbeda dengan ikan di zona fotik, termasuk berbagai jenis Lantern Fish / ikan
lentera dan Hagfish. Paus yang diketahui hidup di zona ini biasanya merupakan
Paus Sperma atau Sperm Whale yang mengkonsumsi cumi-cumi raksasa.
Dengan minimnya pasokan energi
karena tidak adanya cahaya, kebanyakan hewan disini bergantung dari detritus
atau sisa-sisa organisme yang jatuh dari zona atas, yang biasa disebut sebagai
salju laut atau marine snow. Yang lainnya hidup sebagai predator.
4.
Mintakat
abisopelagik
Mintakat ini memiliki kedalaman
lebih dari 2000 m. Mintakat ini meluas ke bagian-bagian terjeluk dari samudra
atau disebut mintakat palung. Wilayah ini merupakan wilayak yang tidak ada
cahaya sama sekali, suhu dingin, dan tekanan air tinggi. Mintakat ini merupakan
lingkungan hidup atau habitat yang paling sederhana. Di perairan abisal ini
cahaya yang dihasilkan adalah dari hewan-hewan yang hidup di mintakat ini atau
bioluminesensi atau biopendar cahaya. Di mintakat ini tidak terjadi
fotosintesis dan tumbuh-tumbuhan yang hidup sangat sedikit atau tidak ada sama
sekali. Perubahan-perubahan suhu, salinitas, dan kondisi-kondisi serupa tidak
terjadi atau kalaupun ada dapat diabaikan dilihat dari segi ekologik.
Kandungan karbondioksida (CO2)
dalam air tinggi sehingga kapur (CaCO3) mudah terlarut dalam air.
Hal ini ditunjukkan olah pembentukan cangkang dan kerangka kapur lemah di
mintakat ini. tekanan air di mintakat abisopelagik ini sangat tinggi sehingga
hewan yang hidup di daerah ini mengalami perubahan-perubahan morfologik dan
fisiologik. Seperti lebih besarnya gelembung renang pada ikan agar dapat
mengambang di kolom air seperti yang dikehendaki. Gelembung renang tersebut terperas oleh
tekanan sehingga sedikit ruang untuk gas, akibatnya ikan sedikit lebih ringan
daripada berat air di sekitarnya, karena susah untuk mengapung. Untuk dapat
mengapung, gelembung renang tersebut harus dikembangkan. Rendahnya suhu juga
memperlambat berbagai reaksi kimiawi dan perubahan gejala-gejala fisiologik
lain.
Sumber makanan organisme di daerah
ini adalah sebagian berasal dari lapisan atas yang berupa bangkai atau
sisa-sisa berbagai biota laut yang mati dan tenggelam ke dasar laut.
Berdasarkan
Intensitas Cahaya
Berdasarkan intensitas cahayanya, ekosistem laut dibedakan menjadi 3 bagian:
Berdasarkan intensitas cahayanya, ekosistem laut dibedakan menjadi 3 bagian:
1.
Daerah fotik, merupakan daerah laut yang dapat ditembus cahaya matahari, kedalaman
maksimum 200m. Merupakan daerah produktivitas primer di laut
2.
Daerah Twilight, daerahnya remang-remang, tidak efektif untuk kegiatan fotosintesis,
kedalaman antara 200 - 2000m.
3.
Daerah afotik, daerah yang tidak tembus cahaya matahari. Jadi gelap sepanjang masa.
LINGKUNGAN
BENTIK
Selain lingkungan neritik, pembagian lingkungan laut
juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dasar perairan atau bentiknya. Di zona
pelagis, biota yang biasa hidup adalah ikan, cumi-cumi, dan makhluk perenang
lainnya. Pada zona bentik, biota yang hidup merupakan benthos atau biota yang
hidup di dasar perairan seperti jenis-jenis bivalvia, arthropoda,
echinodermata, hewan-hewan karang, coelenterata, dan spon. Dominasi biota
penghuninya adalah filter feeder, yang berarti biota mendapatkan makanan dengan
cara menyaring air atau sedimen melalui organ makannya. Karena sifat dan
karakteristiknya yang merupakan filter feeder, maka biota yang hidup di
lingkungan bentik atau benthos sangat bergantung pada sedimen yang terdapat di
dasar laut.
Zonasi
Lingkungan Laut berdasarkan lingkungan bentik dapat dikelompokkan menjadi
beberapa zona yang memiliki karakteristik biota dan sedimen yang berbeda-beda:
A.
Zona Littoral
Zona littoral merupakan bagian dari
perairan laut yang paling dekat dengan pantai. Pada lingkungan perairan pantai,
wilayah zona littoral memanjang dari garis batas pasang tertinggi hingga area
pantai yang tenggelam permanen.
Ketinggian air pada zona littoral memberikan lingkungan perairan
littoral memiliki banyak karakteristik yang unik. Kekuatan erosif dari arus
menghasilkan landform yang unik seperti estuaria. Perairan littoral juga
memiliki variasi tumbuhan dan hewan yang tinggi karena letaknya yang berbatasan
dengan daratan.
Dalam
oseanografi dan biologi laut, zona littoral memanjang hingga ke tepian
continental shelf. Dari letaknya, zona littoral dapat dibagi menjadi 3
sub-zona:
a. Zona
Supralittoral
Zona supralittoral atau disebut juga
sebagai zona supratidal, adalah area yang berada diatas batas pasang, secara
reguler terkena atau
terciprat oleh air laut, namun tidak tenggelam dalam air. Air laut
hanya menggenangi wilayah ini pada saat pasang tinggi pada saat badai.
Zone ini dibagi dengan melihat kondisi
alamiah pantai tersebut, yang mana diawali oleh tumbuhnya beberapa vegetasi
pantai berlumpur dan badan pasir. Storm-Driven di daerah supratidal ikut serta
di dalam mensuplai sedimen sehingga menciptakan lapisan sedimen hanya dalam
beberapa jam. Lapisan ini yang terbentuk akibat badai akan terjadi pengkayaan
karbon oleh ganggang organik, yang berkembang biak saat terjadi badai. Pada
bagian lain dari daerah supralittoral dominasi ganggang hijau biru berfilamen
menjerat dan mengikat sedimen berbutir halus lewat alga yang ada di daerah
subtidal. Pengikatan sedimen oleh alga di daerah subtidal sehingga terjadi
penumpukan sedimen di muara sungai, disamping itupula banyaknya sedimen
diakibatkan oleh banjir. Dominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga
pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan pada saat
surut akan mengalami pengeringan.
Organisme yang hidup di zona
supralittoral harus menghadapi kondisi tertentu, seperti terekspos dengan
udara, air tawar dari hujan, hawa panas dan dingin, serta predasi dari hewan
darat dan burung laut. Bagian atas dari supralittoral biasa dihuni oleh dark
lichen yang terlihat sebagai kerak pada batuan. Beberapa Neritidae dan Isopod
yang memakan detritus menghuni supralittoral bagian bawah.
b. Zona
Eulittorial / Intertidal
Zona Eulitorrial, biasa disebut sebagai
zona intertidal adalah zona littoral yang secara reguler terkena pasang surut
air laut, tingginya adalah dari pasang tertinggi hingga pasang terendah. Didalam wilayah intertidal terbentuk banyak
tebing-tebing, cerukan, dan gua, yang merupakan habitat yang sangat
mengakomodasi organisme sedimenter.
Morfologi di zona intertidal ini mencakup tebing berbatu, pantai pasir,
dan tanah basah / wetlands.
Organisme yang terdapat pada zona intertidal
ini telah beradaptasi terhadap lingkungan yang ekstrem. Pasokan air secara
reguler tercukupi dari pasang-surut air laut, namun air yang didapat bervariasi
dari air salin dari laut, air tawar dari hujan, hingga garam kering yang
tertinggal dari inundasi pasang surut, membuat biota yang berada di zona ini harus beradaptasi dengan kondisi
salinitas yang variatif. Suhu di zona intertidal bervariasi,
dari suhu yang panas menyengat saat wilayah terekspos sinar matahari langsung, hingga suhu yang amat rendah
saat iklim dingin. Zona intertidal memiliki kekayaan nutrien yang tinggi dari
laut yang dibawa oleh ombak.
Lingkungan ekologis yang terlihat di
zona intertidal adalah lingkungan ekosistem mangrove yang didominasi oleh
vegetasi mangrove. Vegetasi mangrove memiliki tingkat adaptasi yang sangat
tinggi terhadap keadaan yang ekstrim di wilayah intertidal. Biota yang
berada di zona intertidal memiliki mekanisme adaptasi khusus yang memungkinkan
mereka untuk hidup. Contohnya siput Littorina yang akan terus berada dalam
cangkangnya yang tertutup rapat apabila air surut, melindunginya dari panas
ekstrim dan mencegah penguapan berlebih. Adaptasi morfologis pada beberapa
spesies dapat dilihat dari beberapa jenis mollusca seperti teritip limpet dan
polyplacophora memiliki cangkang hidrodinamik. Adaptasi lainnya adalah
penempelan terhadap substrat untuk melawan kekuatan ombak dan arus agar biota
tidak ikut terseret, contohnya bentuk suction tube pada bintang laut agar ia
bisa menempel kuat pada substrat, isopoda yang memiliki organ mirip kait yang
memungkinkannya untuk bisa bergantung pada rumput laut seperti
laminariles/kelp, dan beberapa kerang-kerangan (mussel) yang menempel pada
substratnya dengan byssusnya (filamen
yang berfungsi merekatkan bivalvia pada substrat).
Pada bagian bawah wilayah intertidal terdapat subzona yang hampir permanen terendam oleh
air dan kondisi lingkungannya tidak seekstrim subzona diatasnya,
yang biasa disebut sebagai Lower Littoral. Pada subzona lower littoral, terjangan ombak tidak
besar dan juga tidak terjadi perubahan suhu yang sangat ekstrem karena jarang
sekali zona ini terekspos langsung oleh sinar matahari. Pada subzona ini
dapat ditemukan berbagai jenis biota, seperti abalon, anemon, rumput laut
coklat, teritip, chiton,
kepiting, alga hijau, hidroid, isopoda, mussel, sculpin, timun laut, lettuce
laut, palem laut, bintang laut, bulu babi, udang, siput laut, spon, cacing
tuba, dan sebagainya. Biota pada wilayah ini dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik, selain karena
keadaan lingkungannya yang cukup stabil, juga karena wilayah
ini terjaga dari predator seperti ikan karena ketinggian airnya yang cukup
dangkal, dan vegetasi perairan dapat melakukan fotosintesis dengan efektif
karena mendapat banyak sinar matahari.
c. Zona
Sublittoral
Zona sublittoral merupakan bagian
terdalam dari zona littoral, dimana dalam zona ini dasar perairan tergenang air
secara permanen, dan biasanya memanjang hingga ujung continental shelf, pada
kedalaman 200 meter.
Pada biologi laut, sublittorial merujuk
kepada area dimana sinar matahari tembus hingga ke dasar lautan, dimana
perairan tidak terlalu dalam dan masih merupakan zona fotik. Area bentik pada
zona sublittoral lebih stabil daripada zona intertidal dengan temperatur,
tekanan air, dan jumlah pencahayaan matahari relatif konstan. Hewan karang /
koral lebih banyak hidup pada zona sublittorial dibanding pada zona intertidal.
Ada beberapa subzonasi pada zona
sublittorial, yaitu zona infralittoral dimana alga mendominasi kehidupan
dibawah batas kedalaman zonasi dan zona sirkalittoral dibawah infralittoral,
didominasi oleh hewan-hewan sessile
seperti tiram-tiraman. Bagian yang lebih
dangkal dari zona sublittoral yang tidak jauh dari pantai terkadang
diistilahkan sebagai zona subtidal.
B.
Zona Bathyal
Zona bathyal merupakan zona perairan
remang-remang, biasanya dengan kedalaman antara 200 – 1000 meter. Keadaan
bentik zona bathyal umumnya merupakan lereng-lereng curam yang merupakan
dinding laut dalam dan sebagai bagian pinggiran kontinen. Zona bathyal juga
diistilahkan sebagai Continental Slope. Pada Continental slope sering ditemui
canyon/ ngarai / submarine canyon, yang umumnya merupakan kelanjutan dari muara
sungai – sungai besar di pesisir.
Tipe sedimen utama sedimen pada zona
bathyal merupakan lempung biru, lempung gelap dengan butiran halus dan memiliki
kandungan karbonat kurang dari 30%.
Sedimen-sedimennya memiliki jenis sedimen terrestrial, pelagis, atau
autigenik (terbentuk ditempat). Sedimen Terrestrial (terbentuk dari daratan)
lebih banyak merupakan lempung dan lanau, berwarna biru disebabkan karena
akumulasi sisa-sisa bahan organik dan senyawa ferro besi sulfida yang
diproduksi oleh bakteri, Sedimen terrestrial juga merupakan tipe sedimen yang
paling mendominasi. Sedimen terrigenous terbawa hingga ke zona bathyal melalui
arus sporadik turbiditi yang berasal dari wilayah yang lebih dangkal. Saat
material terrigenous langka, cangkang mikroskopis dari fitoplankton dan
zooplankton akan terakumulasi di dasar membentuk sedimen authigenik.
Biota yang hidup pada bagian bentik zona
bathyal antara lain spon, brachiopod, bintang laut, echinoid, dan populasi
pemakan sedimen lainnya yang terdapat pada bagian sedimen terrigenous. Biasanya
biota yang hidup di zona ini memiliki metabolisme yang lamban karena kebutuhan
konservasi energi pada lingkungan yang minim nutrisi.
Kecuali pada laut yang sangat dalam,
zona bathyal memanjang hingga ke zona bentik pada dasar laut yang merupakan
bagian dari continental slope yang berada di kedalaman 1000 hingga 4000 meter.
C.
Zona Abyssal
Zona abisal meluas dari pinggir paparan benua hingga
ke bagian dasar laut terdalam dari samudera. Kebanyakan lingkungan abisal ini
menyerupai bahan lumpur. Dasar samudera biasanya terdiri dari endapan kapur,
terutama kerangka foraminifera, endapan silica, terutama kerangka diatom dan
lempung merah dasar laut yang lebih dalam dengan tekanan yang tinggi sehingga
membuat zat-zat lain mudah sekali larut. Zona abisal ini 82 % berkedalaman dari
2000 m sampai 6000 m dengan suhu yang relative stabi antara 40C
hingga 1,20C.
Zona hadal
merupakan zona laut terdalam, lebih dari kedalaman 6000 m.
Zona ini termasuk kedalam
zona afotik( aphotic zone ) karena merupakan daerah laut dalam yang tidak
terdapat cahaya karena cahaya matahari tidak dapat menembus pada daerah
tersebut.Substrat yang ada biasanya berupa kalsium karbonat dan sisa-sisa zat
renik atau organisme yang telah mati tenggelam sampai ke dasar. Salinitas air dalam zona ini (salinitas = 34-35 ppt) tetap mirip dengan salinitas khas abyssal dan tidak terpengaruh oleh tekanan.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi
bagaimana tedapat hal tersebut karena adanya hewan-hewan mati yang berada pada
daerah atasnya mati dan mengendap di dasar dari
daerah hadal tersebut sehingga banyak ditemukan zat-zat kapur atau
mineral-mineral yang dikandung organisme yang mati tersebut dapat terendapkan.
Ditinjau dari tekanan di daerah
tersebut,pressure bagi organisme yang terdapat pada daerah tersebut sangatlah
tinggi sehingga membutuhkan bentuk morfologi,anatomi yang harus mendukung daya
adaptasi yang akan dipergunakannya dalam bertahan hidup.Biasanya organisme yang
hidup pada daerah tersebut mempunyai cara yang unik untuk beradaptasi,seperti
mempunyai bentuk yang aneh,mempunyai simbiosis dengan organisme lain semisal
bakteri.
Karakteristik lain dari zona hadal
adalah mempunyai sumber panas bumi alami
bernama corong hidrotermal (hidrotermal vents).Hal ini pulalah yang membuat
mengapa terdapat organisme tertentu dapat hidup dalam lingkungan ekstrim,dapat
dikatakan begitu karena dengan kondisi minim oksigen,tekanan yang tinggi dan
cahaya yang hampir tidak ada. Ada
penurunan umum dalam kelimpahan dan biomassa organisme dengan meningkatnya
kedalaman. Meskipun demikian, sampling dalam zona Hadal telah mengungkapkan beragam organisme
metazoan terutama fauna bentik, seperti
ikan, holothurians, polychaetes, kerang, isopoda, actinians, amphipods dan gastropoda. Kekayaan zona
ini, diperkirakan berasal dari
dataran abyssal, juga dan menurun dengan meningkatnya kedalaman, meskipun peran relatif peningkatan tekanan
versus berkorelasi lingkungan lainnya tetap belum terpecahkan. Mereka
kebanyakan mendapat makanan dari bantuan bakteri Chemosynthetic yang menguraikan
jasad-jasad dari biota yang mati pada lapisan diatasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar